Kisah Sahabat Ukasyah Hendak Memukul Rasulullah SAW
Rasulullah SAW adalah suri tauladan yang baik bagi semua orang, di mana semua prilaku dan tindakannya bisa dijadikan inspirasi dan pembelajaran dalam menyambung hubungan kepada Tuhan dan sesama manusia.
Suri tauladan yang bisa kita ambil bukan hanya karena Rasulullah sebagai seorang seorang nabi dan rosul, tetapi juga dalam hal pertemanan, keluarga, dan pemimpin yang ideal. Dan berikut ini kisah di mana beliau patut dicontoh sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra. : ketika menjelang wafatnya, Rasulullah SAW. meminta sahabat Billal bin Robah ra. untuk mengajak para sahabat lainnya melaksanakan sholat sunnat. Ketika para sahabat muhajirin dan sahabat anshor berkumpul di masjid Rasulullah SAW, Rasulullah bersama para sahabat melaksanakan sholat 2 rokaat, kemudian beliau berdiri diatas mimbar dan berkhutbah :
“Wahai golongan orang-orang muslim, sesungguhnya aku bagimu adalah seorang nabi, seorang yang memberi nasehat dan orang yang mengajak kepada Allah SWT atas izin-Nya. Dan aku bagimu seperti saudara kandung dan ayah yang penyayang. Bagi siapa saja yang pernah aku sakiti, berdirilah dan mintalah tebusan kepadaku sebelum penghukuman di hari kiamat ?”.
Mendengar tulusnya kalimat Rasulullah SAW, para sahabat mengerti apa yang dimaksudkan. Namun, tidak ada satupun sahabat yang berdiri sampai Rasulullah SAW mengulangi perkataan beliau 3 kali. Tiba-tiba seorang sahabat yang bernama Ukasyah bin Muhshin berdiri dan menghadap kepada Rasulullah SAW dan berkata :
“Wahai Rasulullah, jika engkau tidak benar-benar mengulangi perkataanmu maka aku tidak akan berdiri dihadapanmu karena hal itu. Sungguh aku bersamamu ketika terjadi perang badar, untaku berlari bersama untamu. Aku berhenti dan turun dari untaku kemudian aku mendekatimu sampai aku mencium pahamu (karena menghormati dan memulyakan Rasulullah SAW). Tetapi engkau memukul perutku dengan kayu cameti yang engkau gunakan untuk memukul untamu agar berlari cepat. Aku tidak tahu apakah itu sengaja atau engkau melakukannya untuk memukul untamu ???”.
Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal “Wahai Bilal, pergilah ke rumah Fatimah dan ambillah kayu cemeti yang aku gunakan untuk memukul untaku”. Sahabat Bilal pun segera pergi meninggalkan masjid menuju rumah Fatimah dalam keadaan sedih dan tangan kepalanya, ia berkata kepada dirinya sendiri “Inikah Rasulullah, ia menghukum dirinya sendiri”.
Tak lama sahabat Billal pun sampai di rumah Fatimah, ia segera mengetuk pintu rumah Fatimah, tok…tok…tok. Fatimah berkata “Siapa di depan pintu ?”. Sahabat Bilal berkata “Aku datang untuk mengambil kayu cemeti Rasulullah”.
Fatimah pun mengambilkan kayu cemeti lantas membukakan pintu rumahnya dan bertanya “Apa yang akan dilakukan ayahku dengan kayu cemeti ini”. Sahabat Bilal menjawab “ Wahai Fatimah, sungguh ayahmu akan menghukum dirinya dengan kayu cemeti ini”. Fatimah berkata “Siapa yang rela hati menghukum Rasulullah ? (sambil mengeluh sedih)”.
Sahabat Bilal mengambil kayu cemeti itu, ia kembali ke masjid dan menyerahkan kayu cemeti itu kepada Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah menyerahkannya kepada sahabat Ukasyah. Di kala itu pula, suasana berubah menjadi sunyi dan sedih.
Sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang melihat hal tersebut, mereka berdua serentak berdiri dan berkata “Kami berdua ada dihadapanmu, hukumlah kami tapi jangan kamu menghukum Rasulullah”. Rasulullah SAW berkata “Duduklah kalian berdua, sungguh Allah mengetahui tempat kalian”.
Sahabat Ali bin Abi Tholib juga ikut berdiri setelahnya dan berkata “Aku telah hidup bersama Rasulullah, tetapi hatiku tak akan rela kamu menghukum Rasulullah, ini punggung dan perutku, hukumlah dan pukulkan dengan tanganmu !”. Rasulullah SAW berkata “Wahai Ali, sungguh sungguh Allah mengetahui tempat dan derajatmu”.
Kemudian sahabat Hasan dan Husain (cucu Rasulullah SAW) juga ikut berdiri, mereka berdua berkata “Apakah kamu tidak mengetahui kami adalah cucu Rasulullah, hukumlah kami seperti kamu mau menghukum Rasulullah”. Rasulullah SAW berkata “Duduklah wahai buah hatiku”.
Rasulullah SAW berkata kepada sahabat Ukasyah “Wahai Ukasyah, pukullah aku jika kamu ingin memukul”. Sahabat Ukasyah berkata “Wahai Rasulullah, Engkau memukulku sedangkan aku dalam keadaan tidak berpakaian”. Tanpa berkata apa-apa, Rasulullah SAW melepas pakaian Beliau sementara para sahabat masih dalam keadaan yang berselimut kesedihan melihatnya.
Ketika sahabat Ukasyah memandang tubuh Rasulullah SAW yang putih, perlahan ia mendekati Rasulullah SAW, ia berpaling dan mencium punggung Rasulullah SAW dan berkata “Siapa yang akan rela hatinya menghukummu, wahai Rasulullah ? sesungguhnya aku melakukan ini berharap tubuhkuku menyentuh tubuhmu yang mulia, sehingga Allah akan menjagaku dari neraka karena menghormatimu”
Sungguh mengejutkan, para sahabat yang sebelumnya merasa gelisah dan bersedih, tidak berkutik tanpa kata. Mereka mengira bahwa sahabat Ukasyah akan benar-benar melakukannya, namun pemandangan itu sungguh sangat mengejutkan dan meluluhkan hati mereka.
Di kala itu, Rasulullah SAW berkata “Barang siapa yang suka melihat alhi surga, maka hendaklah ia melihat orang ini”. Para sahabat pun berdiri, dengan perasaan penuh bahagia menghampiri sahabat Ukasyah dan berkata sambil merasa agak iri “Keberuntungan bagimu, engkau memperoleh derajat tinggi dan menemani Rasulullah di surga”.
Sumber : Kitab Durrotun Nashihin, Bab Tentang Kisah Menjelang Wafatnya Rasulullah SAW.
Penulis : Syekh Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakiry Al-Khoubawiy.