5 Mitos Jawa Ini Memiliki Nilai Pendidikan Dan Pengajaran
Indonesia adalah negara yang sangat menghargai budaya dan adat istiadat para leluhur, karena setiap daerah di Indonesia memiliki banyak sekali adat dan budaya yang berbeda-beda, khususnya di Jawa. Sebelum dan sesudah tersiarnya agama islam, orang jawa memang sangat gandrung dengan beberapa adat dan budaya, di mana adat dan budaya ini juga bersumber dari berbaga macam mitos.
Berbicara tentang mitos jawa, Anda tentu sudah sering mendengar mitos-mitos yang beredar di sana-sini yang sudah disampaikan oleh orang-orang tua. Anda juga tentu mengerti bahwa mitos hanya sebuah ide semu yang bersifat fiktif dan tidak nyata, bahkan perkembangan ilmu sains membantah dengan jelas tentang kebenaran mitos-mitos tersebut.
Kendati pun demikian, tidak semua mitos jawa itu bernilai buruk bagi Anda karena ada beberapa mitos jawa yang memiliki nilai pendidikan. Ya, orang-orang jawa zaman dulu memang mengajarkan dan mendidik anak-anak mereka dengan menggunakan beberapa mitos-mitos agar mereka takut dan patuh. Lalu, apa saja mitos jawa yang bernilai pendidikan yang sudah beredar ?.
"Ojo Lunggguh Nang Duwur Bantal, Mundak Udunen"
“Jangan duduk di atas bantal. Itu menyebabkan penyakit bisul (di pantat)”
Sebenarnya, jika dipikir lagi, pastinya tidak ada hubungan sama sekali antara bantal, pantat, dan penyakit bisul (udun) bukan ?. Namun, orang jawa dulu memang mendidik anak agar memiliki moral dan etika dalam melakukan hal-hal kecil, hanya saja agar mereka menakut-nakuti anak agar bisa patuh.
Nilai pendidikan dari mitos di atas seperti ini, bantal adalah tempat untuk kepala saat tidur, tentu saja sangat tidak sopan jika ditempati untuk pantat. Ini adalah pendidikan moral yang luar biasa, yang ditanamkan orang jawa dulu kepada anak-anak mereka, meskipun melalui mitos.
"Ojo Ngadek Nang Tengah Lawang Omah, Marai Ora Payu Rabi"
“Jangan berdiri di tengah-tengah pintu rumah, itu menyebabkan tidak laku menikah (tidak mendapatkan jodoh)”
Orang jawa dulu sangatlah penurut terhadap nasehat orang tua, mereka sangat takut jika sudah dewasa tidak mendapatkan jodoh untuk menikah, dan akhirnya mereka patuh dan mengajarkan hal itu pada generasi selanjutnya.
Ya, tidak ada hubungan antara masalah jodoh dan pintu, orang jawa dulu hanya mendidik bahwa pintu rumah adalah tempat sempit, jika ada orang berada di tengah-tengah pintu, maka tentu akan mengganggu jalan. Ini adalah cara mendidik mereka dengan menanamkan mitos agar anak-anak mereka patuh.
"Bocah Perawan Masak Kasinen Berarti Wes Kudu Rabi"
“Anak perawan yang memasak terlalu asin berarti sudah ingin menikah”
Apa Anda juga berpikir bahwa keinginan untuk menikah bisa mempengaruhi rasa dalam resep masakan ?, tentu saja tidak karena ini hanyalah mitos jawa. Tetapi, ini bukanlah mitos yang tidak memikili arti, justru ada nilai pendidikan di dalamnya. Masakan terlalu asin, maksudnya anak perawan tersebut harus banyak belajar dan mencoba karena suatu saat ia akan menjadi seorang ibu rumah tangga yang harus pandai memasak.
"Ojo Songgo Uwang, Ora Ilok, Koncone Setan"
“Jangan suka melamun, tidak baik, (melamun itu) temannya syetan”
Anda pasti tahu persis bahwa syetan mengemban misi untuk menggoda dan menyeret umat manusia agar menjadi teman mereka di neraka, dengan mengajak umat manusia ke jalan kemusyrikan, melakukan maksiat, dan melalaikan kewajiban kepada Tuhan SWT. Tentu tidak logis jika hanya karena melamun seseorang menjadi teman syetan di neraka.
Nilai pendidikan dari mitos ini, melamun adalah pekerjaan yang sia-sia dna kurang membero manfaat bagi semua orang. Ada banyak aktivitas yang lebih penting untuk dikerjakan daripada melamun, seperti bekerja, belajar, dan berpikir.
"Sande’olo Ojo Dolanan, Marai Belahi, Sande’olo Iku Wayahe Syetan Podo Metu"
"Waktu sande’ala jangan bermain, itu menyebabkan terkena musibah, sande’ala itu waktu di mana para syetan keluar".
Orang jawa mengatakan bahwa waktu “sande’olo” merupakan singkatan dari “sandinge olo”, dalam bahasa Indonesia berarti “berada di samping atau dekat dengan keburukan”. Sande’olo adalah waktu menjelang gelap, waktu sebelum maghrib tiba.
Orang-orang tua dulu selalu melarang anak-anak kecil untuk berhenti bermain di waktu menjelang maghrib. Mereka menanamkan mitos ini turun temurun dari generasi ke generasi sampai saat ini, agar anak–anak kecil takut dan patuh kalau mereka terus bermain di waktu itu maka mereka akan terkena musibah seperti jatuh, sakit, atau sebagainya.
Namun, bukan berarti waktu menjelang maghrib adalah waktu para syetan keluar dari sarang karena syetan selalu menggoda manusia kapan pun dan di mana pun manusia berada. Mitos ini hanya batu lompatan untuk mengajarkan anak agar berhenti bermain, lekas bersiap melaksanakan sholat maghrib, kemudian mengaji Al-Qur’an.