Hadits Nabi SAW ini Bikin Para Jomblo Tambah Baper

Masalah percintaan pada era saat ini merupakan sesuatu yang tidak lagi asing di dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia sendiri. Pasalnya, fenomena yang terjadi pada masa remaja bahkan orang dewasa tidak luput dari status “pacaran” dan “jomblo”. Hal lain yang mendukung fenomena tersebut adalah banyaknya acara televisi dengan genre percintaan dan romantis, seperti sinetron dan drama-drama korea. Faktanya, acara-acara televisi dengan genre percintaan dan romantis sangatlah diminati oleh banyak orang, khususnya remaja. Dan secara tidak langsung, hal itu pun seolah mendoktrin pemikiran generasi muda bahwa “cinta” merupakan perjalanan kehidupan yang harus dijalani.

Masyarakat Indonesia sendiri adalah masyarakat yang mayoritas beragama Islam, sedangkan Islam sendiri tidak menganjurkan menjalin hubungan percintaan sebelum pernikahan. Meskipun pacaran ada manfaatnya, tetapi mau tidak mau pasti memberikan banyak madhorot. Ya, begitulah fakta masyarakat kita saat ini.

Pada masa Rasulullah SAW sendiri, tidak ada status “pacaran” atau “tawaddud” di kalangan para sahabat. Ya, memang perasaan cinta pasti dimiliki oleh setiap manusia, tanpa terkecuali para sahabat sendiri. Namun, rasa cinta para sahabat terhadap wanita Arab tidak ditunjukkan dengan gaya-gaya pacaran zaman sekarang seperti dating dan lainnya. Jika para sahabat memiliki perasaan cinta terhadap salah satu wanita Arab, rasa cinta itu diluapkan dalam bentuk lamaran dan meminta restu dari Rasulullah SAW.

Dengan demikian, karena tidak adanya status pacaran dalam masa Rasulullah SAW, tentu saja masa-masa lajang para sahabat dulu karena belum menikah bisa dikatakan “jomblo” pada masa sekarang ini. Dan memang kenyataannya demikian, bahkan Rasulullah SAW sendiri sering mengajurkan para sahabat untuk menikah dan meninggalkan masa lajang atau “jomblo”-nya untuk mencegah terjadinya dosa seperti zina. Selanjutnya, terkait kata “jomblo” dari para sahabat pada masa Rasulullah SAW, berikut ini ada beberapa hadits yang merupakan seruan penting bagi para sahabat untuk segera menikah dan meninggalkan masa “jomblo”. So, para jomblower jangan baper ya !!!.

Hadits-Hadits Nabi SAW Yang Bikin Para Jomblo Jadi Baper

Rasulullah SAW sendiri juga menjelaskan pentingnya pernikahan dan membangun keluarga dengan menyindir para jomblo, sebagaimana hadits-hadits di bawah ini :

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sahabat Athiyah bin Basar

شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَأَرَاذِلُ مَوْتَاكُمْ عُزَّابُكُمْ

“Seburuk-buruk kalian adalah kalian yang masih bujang dan sehina-hina kematian kalian adalah kalian (mati dalam keadaan) bujang (jomblo)”.

Seperti yang sudah terpapar di atas, masa lajang pada zaman para sahabat Rasulullah SAW dulu seperti masa “jomblo” pada masa saat ini, maksudnya adalah jomblo karena belum menikah.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dari Sahabat Abu Hurairah :

شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ رَكْعَتَانِ مِنْ مُتَأَهِّلٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ مُتَأَهِّلٍ

“Seburuk-buruk kalian adalah kalian yang masih bujang, 2 rokaat sholat dari orang yang sudah berkeluarga lebih baik daripada 70 rokaat orang yang tidak berkeluarga”.

Jangan memaknainya hadits di atas secara tekstual. Hadits di atas merupakan seruan tentang pentingnya menikah karena begitu banyaknya faidah dan kemanfaatan yang didapat setelah menikah, salah satu di antaranya adalah mencegah perbuatan zina, menentramkan mata, dan lain sebagainya.

Hadits ini diriwayatkan dari Sahabat Abu Najih :

مِسْكِيْنٌ مِسْكِيْنٌ مِسْكِيْنٌ رَجُلٌ لَيْسَتْ لَهُ امْرَأَةٌ

“Miskin, miskin, miskin, yaitu seseorang yang tidak mempunyai istri”.

Sekali lagi, Rasulullah SAW menjelaskan pentingnya memiliki pasangan hidup dengan mengatakan miskin pada orang yang masih dalam keadaan jomblo dan belum menikah, tidak hanya bagi kaum pria baik perjaka maupun duda saja, tetapi juga berlaku untuk kaum wanita baik perawan maupun janda.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Yu’la dari Sahabat Anas bin Malik :

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ أُعْطِيَ نِصْفَ الْعِبَادَةِ

“Barang siapa menikah maka dia benar-benar telah diberi separuh ibadah”.

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hadits di atas adalah hadits yang matruk (ditinggalkan), namun banyak ulama’ bersepakat bahwa hadits itu adalah hadits dhoif. Namun, kita bisa menggali pelajaran akan pentingnya menikah dari hadits di atas meskipun martuk atau dhoif. 

Dalam hadits tersebut mengajarkan akan peran penting pernikahan bahwa di dalamnya terdapat beragai macam fadhilah dan keutamaan. Misalnya, salah satu tujuan dalam pernikahan adalah dapat menambah konsentrasi dalam beribadah lebih terfokus karena tentramnya hati dan mata dari maksiat yang bersifat syahwatiyah dan farjiyah.