Pengertian dan Macam-Macam Hukum Bacaan Gharib
Hukum bacaan gharib adalah hukum bacaan yang tidak biasa dan asing di dalam mushaf Al-Qur’an. Hukum bacaan ini pastinya sudah pernah diajarkan oleh guru-guru kita saat belajar ilmu tajwid. Di sini, kita akan coba mengingat-ingat kembali apa itu hukum bacaan gharib dan apa saja macam-macamnya.
Pengertian Hukum Bacaan Gharib
Menurut bahasa "gharib" (غَرِيْبٌ) merupakan isim fail yang berasal dari kata "gharaba" (غَرَبَ) yang artinya asing.
Sedangkan menurut istilah, hukum bacaan "gharib" (غَرِيْبٌ) dapat diartikan sebagai bacaan yang tidak biasa di dalam Al-Qur’an karena samar, baik dari segi huruf, lafadz, maupun maknanya.
Manfaat Mempelajari Hukum Bacaan Gharib
Dengan mempelajari hukum bacaan gharib di dalam Al-Qur’an, kita dapat memperoleh beberapa manfaat, di antaranya adalah:
1. Mengetahui Madzhab Qiraah
Biasanya, ketika kita belajar ilmu tajwid, kita hanya disuguhi satu materi hukum (pengertian, contoh, dan cara membaca). Tetapi, kala kita diajari tentang hukum bacaan gharib, kita pasti disuguhi materi beberapa madzhab qiraah sebagai pengenalan.
Bacaan gharib sendiri lahir dari adanya perbedaan madzhab dalam qiraah. Di Indonesia, madzhab qiraah yang diamalkan adalah madzhab Imam Hafs yang merupakan murid Imam Ashim.
Dengan demikian, kita pun dapat mengetahui bahwa cara baca Al-Qur’an yang selama ini kita praktekkan, bukan hanya dari guru, dari guru, dan dari guru. Lain daripada itu, kita dapat menyadari bahwa kita memiliki madzhab qiraah yang diikuti dan sandanya sambung sampai Rasulullah SAW.
2. Tidak Mudah Menyalahkan Perbedaan Qiraah
Dengan mempelajari bacaan gharib, kita mengenal adanya madzhab-madzhab dalam qiraah. Tentunya ada perbedaan cara membaca kalimat tertentu di dalam mushaf Al-Qur’an dari masing-masing madzhab. Madzhab-madzhab qiraah ini memberi pemahaman agar kita tidak menyalahkan perbedaan bacaan tersebut.
Macam-Macam Hukum Bacaan Gharib
Sebenarnya, ada bermcam-macam bacaan gharib di dalam mushaf Al-Qur’an. Dan di antara beberapa bacaan gharib menurut Imam Hafs adalah:
1. Imalah
Imalah (إِمَالَةٌ) dalam bahasa berarti mencondongkan. Dalam pengertiannya, imalah dapat diartikan sebagai mencondongkan ucapan harakat fathah ke kasrah dan huruf alif ke ya’, sehingga seolah terdengar seperti huruf "e" dengan sedikit ditekan.
Berdasarkan riwayat Imam Hafs, bacaan imalah di dalam mushaf Al-Qur’an hanya terletak pada satu tempat, yaitu pada Surat Hud ayat 41:
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرٰيهَا وَمُرْسَاهَا
Cara membacanya yaitu dengan mengganti bacaan “ro” menjadi “re” (agak ditekan dan disamarkan), sehingga terdengar seolah dibaca “majreha”.
Perlu dicatat bahwa sebagian madzhab qiraah lain berpendapat bahwa setiap ada harakat fathah berdiri bertemu ya’ mati, tetap dibaca imalah.
2. Isymam
Isymam (إِشْمَامٌ) dalam bahasa berarti mencampurkan atau memadukan. Isymam sendiri dapat diartikan sebagai membunyikan harakat sukun dengan harakat dlammah, tanpa mengeluarkan bunyi dlammah secara jelas.
Dalam riwayat Imam Hafs, hukum bacaan isymam terletak pada satu tempat di dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surat Yusuf ayat 11:
قَالُوْا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلٰى يُوْسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُوْنَ
Cara membacanya adalah dengan memanjangkan kedua bibir (tidak boleh secara jelas, cukup seperti terlihat membaca “nu”) ke depan pada pertengahan gunnah “manna”. Memanjangkan kedua bibir tersebut adalah isyarat bahwa di dalam bacaan gunnah tersebut ada huruf nun didlammah.
Lafadz Asli | Proses | Hasil | Cara Baca |
---|---|---|---|
لَا تَأْمَنُنَا |
Kedua nun diidghamkan | لَا تَأْمَنَّا |
la ta' mann (sambil mecucu) naa |
3. Tashil
Tashil (تَسْهِيْلٌ) dalam bahasa artinya memudahkan. Dalam bacaan gharib, tashil (تَسْهِيْلٌ) adalah membunyikan alif yang dibaca panjang dan sebenarnya adalah 2 alif. Misalnya dalam Al-Qur’an pada Surat Fushilat ayat 44:
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوْا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ آعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ
Cara membacanya adalah dengan menyambungkan dua hamzah qatha’ sehingga dibaca panjang “aa’jamiyyun”. Ini dikarenakan dalam lafadz “aa'jamiyun” terdapat 2 hamzah qatha’ dalam terletak berurutan, sedangkan lidah orang Arab cukup berat untuk melafadzkan “a’a’jamiyyun”, sehingga dibaca panjang “aa’jamiyyun”.
Lafadz Asli | Proses | Hasil | Cara Baca |
---|---|---|---|
أَأَعْجَمِيٌّ |
Kedua alif dibadalkan | أٓعْجَمِيٌّ |
aa'jamiyyun |
4. Naql
Dalam bahasa, naql (نَقْلٌ) artinya memindah. Adapun naql (نَقْلٌ) dalam bacaan gharib adalah memindah harakat alif ke dalam huruf lam pada al (الْ). Ini terjadi ketika ada al (الْ) ta’rif bertemu dengan alif washal.
Pada prakteknya, madzhab lain membaca naql pada setiap (الْ) ta’rif bertemu dengan huruf alif. Namun dalam riwayat Imam Hafs, hukum bacaan naql hanya terletak pada satu tempat di dalam mushaf Al-Qur’an, yaitu pada Surat Al-Hujurat ayat 11:
بِئْسَ الْاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْإِيْمَانِ
Perhatikan pada lafadz "الْاِسْمُ", di sana terdapat 2 hamzah washal, yaitu hamzah pada al (الْ) ta’rif dan hamzah pada lafadz “اِسْمُ”.
Lafadz Asli | Cara Baca | Cara Baca |
---|---|---|
اَلْ + اِسْمٌ |
Disambungkan | الْاِسْمُ |
Kedua hamzah washal tersebut tidak perlu dibaca. Kemudian, harakat alif washal pada kata “اِسْمُ” dipindahkan ke huruf lam pada al (الْ). Jadi, cara membacanya bukan “bi’sal ismu”, tetapi “bi’salismu”.
Contoh Lafadz | Cara Baca | Cara Baca |
---|---|---|
بِئْسَ الْاِسْمُ |
بِئْسَ لِسْمُ |
bi'salismu |
5. Badal
Badal (بَدَلٌ) secara bahasa artinya mengganti. Dalam bacaan gharib, di sini saya menyuguhkan 4 macam bacaan badal:
A. Surat Al-Ahqaf ayat 4
Pertama, lafadz “ii’tuunii” hanya terdapat pada Surat Al-Ahqaf ayat 4 :
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ أَرُوْنِيْ مَاذَا خَلَقُوْا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمٰوَاتِ ۖ ائْتُوْنِيْ بِكِتَابٍ مِنْ قَبْلِ هٰذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِنْ عِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
Cara membacanya yaitu apabila diwaqafkan pada lafadz “as-samawat”, maka dibaca “ii’tuunii”, apabila diwashalkan maka tetap dibaca sama seperti tulisan pada kalimatnya “fis samawati’ tuunii”.
Lafadz | Diwaqafkan | Diwashalkan |
---|---|---|
فِى السَّمٰوَاتِ ۖ ائْتُوْنِيْ |
فِى السَّمٰوَاتْ ۖ إِيْتُوْنِيْ |
فِى السَّمٰوَاتِ ائْتُوْنِيْ |
Baca lebih lanjut: Hukum Bacaan Mad Badal dan Contohnya.
B. Surat Al-Baqarah ayat 245
وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Cara kalimat (يَبْسُطُ) dengan menggunakan huruf sin, bukan huruf shod.
C. Surat Al-A’raf ayat 69
وَاذْكُرُوْا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوْحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً
Cara kalimat (بَسْطَةً) dengan menggunakan huruf sin, bukan huruf shod.
D. Surat Al-Ghasyiyah ayat 22
لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
Cara membaca kalimat (بِمُصَيْطِرٍ) yaitu dengan menggunakan huruf shod, bukan huruf sin.
6. Saktah
Saktah (السَّكْتَةُ) merupakan salah satu bacaan waqaf yang juga tergolong bacaan gharib. Waqaf saktah hanya terdapat pada 4 tempat di dalam Al-Qur’an, yaitu:
Surat Yasin ayat 52:
قَالُوْا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا ۜ هَٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
Surat Al-Kahfi ayat 1 - 2:
وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ۜ قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا
Surat Al-Qiyamah ayat 27:
وَقِيْلَ مَنْ ۜ رَاقٍ
Surat Al-Muthaffifin ayat 12:
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Cara membacanya yaitu dengan waqaf berhenti tanpa mengambil nafas selama sekitar 2 sampai 4 harakat kemudian melanjutkan kalimat selanjutnya.
7. Mad dan Qashr
Menurut Imam Ashim yang diriwayat Imam Hafs, bahwa ada beberapa bacaan yang tertulis panjang tetapi dibaca pendek, tertulis pendek tetapi dibaca panjang. Semua itu merupakan bacaan gharib, sebagaimana berikut ini :
A. Bacaan Pendek Pada Lafadz Ana
Semua lafadz “ana” (dhomir atau kata ganti orang pertama tunggal, yang berarti aku) dalam Al-Qur’an menurut riwayat Imam Hafs dibaca pendek meskipun tulisan pada kalimatnya adalah panjang. Misalnya pada surat Al-Kafirun ayat 4 :
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
B. Bacan Pendek Pada Lafadz Lain
Surat Ad-Dahr (Al-Insan) ayat 15 - 16:
كَانَتْ قَوَارِيْرَا ـ قَوَارِيْرَ
Surat Al-Ahzab ayat 10:
وَتَظُنُّوْنَ بِاللهِ الظُّنُوْنَا
Surat Al-Ahzab ayat 66:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُوْلَا
Cara Membaca:
Ketiga lafadz tersebut jika dibaca washal (terus) maka harus dibaca pendek:
قَوَارِيْرَ - الظُّنُوْنَ - الرَّسُوْلَ
Tetapi jika diwaqafkan maka harus dibaca sukun:
قَوَارِيْرْ - الظُّنُوْنْ - الرَّسُوْلْ
C. Bacaan Panjang atau Pendek Pada Lafadz Malik
Para ulama' ahli qira'ah memiliki perbedaan dalam membaca lafadz "malik", misalnya salah satu contoh pada Surat Al-Fatihah ayat 4:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
Cara membacanya boleh dibaca seperti dibawan ini:
مَالِكِ - مَلِكِ
Banyak ulama; ahli qira'ah yang memendekkan huruf mim. Sedangkan Imam Ashim dalam riwayat Imam Hafs memanjangkannya, dengan alasan bahwa lafadz "malik" pada Surat Ali Imron ayat 26 dipanjangkan mimnya dengan alif.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ
Selain itu, alasan lainnya Imam Ashim adalah lafadz "malik" dengan alif (dibaca panjang) berarti Tuhan yang memiliki, sedangkan lafadz "malik" dengan tanpa alif (dibaca pendek) berarti penguasa.
7. Shilah
Adapun hukum bacaan shilah yang termasuk bacaan gharib, bisa dilihat pada keterangan Hukum Bacaan Mad Shilah (Mad Shilah Thawilah dan Mad Shilah Qashirah).
8. Ar-Rum : 54
Surat Ar-Rum ayat 54 :
اللهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً
Dalam surat tersebut ada 3 lafadz "dho'fi" yang diulang-ulang. Para ulama' ahli qira'ah sendiri berbeda pendapat dalam memberikan harakat pada huruf dhod, ada yang berharakat fathah dan ada yang berharakat dhommah.
Imam Hamzah, Imam Syu'bah (kedua periwayat Imam Ashim), dan imam lainnya memberi harakat fathah huruf dhod pada lafadz itu. Sedangkan Imam Hafs (juga periwayat Imam Ashim) membolehkan harakat fathah dan dhommah pada huruf dhod.
9. Surat Taubah
Mayoritas para ulama' tidak menganjurkan membaca basmallah saat membaca Surat At-Taubah, bukan berarti haram, hanya tidak dianjurkan. Adapun alasannya bisa dilihat sebagaimana berikut : Mengapa Surat At-Taubah Tak Dianjurkan Membaca Basmallah ?.