Dasar Sholat Tarawih 8 Rakaat, Sudah Tepatkah ?
Dasar Sholat Tarawih 8 Rakaat, Sudah Tepatkah ? - Sholat tarawih merupakan sholat sunnah berjamaah yang dilaksanakan hanya di dalam Bulan Ramadhan saja. Ya, mayoritas ulama’ dan para madzhab menghukuminya sunnah muakkad, dilaksanakan pada malam hari setelah sholat isya’ dan sebelum tidur. Adapun mengenai masalah jumlah rakaat sholat tarawih, hal ini sejak dulu memang sudah menjadi salah satu cabang dari masalah perselisihan di kalangan umat islam.
Jika kita menelaah kembali sejarah sholat tarawih, maka kita akan mengetahui bahwa orang yang pertama kali mensyariatkan pelaksanaan sholat tarawih secara berjamaah di Bulan Ramadhan adalah Kholifah Umar bin Khattab dengan jumlah 20 rakaat. Inisiatif Kholifah Umar bin Khattab ini bukan merupakan sebuah bid’ah tetapi merujuk pada fi’liyah Rasulullah SAW pada Bulan Ramadhan terakhir pada masa beliau masih hidup. Dan tidak ada satupun dari para sahabat yang menolak, menyakal, dan membatahnya.
Sedangkan pada masa pemerintahan Kholifah Umar bin Abdul Aziz, beliau berinisiatif untuk menambahi jumlah rakaat solaht tarawih berjamaah menjadi 36 rakaat. Hal itu dilakukan untuk menyamakan fadhilah sholat tarawih di Kota Madinah dan di sholat tarawoh di Kota Mekkah, karena penduduk Kota Mekkah melakukan thowaf di Baitullah setiap 4 rakaat sekali (setiap istirahat) dalam sholat tarawih.
Baca selengkapnya : Menelaah Sejarah dan Hukum Sholat Tarawih 20 Rakaat.
Hadits Yang Digunakan Sebagai Dasar Sholat Tarawih 8 Rakaat
Meskipun jumlah rakaat sholat tarawih sudah disepakaki oleh para madzhab dan para ulama’, yaitu 20 rakaat dan 36 rakaat, tetapi ada segelintir ulama’ menetapkan bahwa jumlah rakaat sholat tarawih adalah 8 rakaat. Hal ini dirujukkan pada hadits riwayat Siti Aisyah ra, sebagaimana berikut ini :
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلَا فِيْ غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي اَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي اَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا، قَالَتْ عَائِشَةُ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَتَنَامُ قَبْلَ اَنْ تُوْتِرَ ؟ قَالَ : يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِيْ - متفق عليه
“Rasulullah SAW tidaklah menambahi (sholat witir) di Bulan Ramadhan dan tidak di bulan selainnya melebihi 11 rakaat, Beliau sholat 4 rakaat maka jangan bertanya tentang bagusnya dan panjangnya, kemudian Beliau sholat 4 rakaat maka jangan bertanya tentang bagusnya dan panjangnya, kemudian Beliau sholat 3 rakaat. Aisyah berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah apakah Engkau tidur sebelum Engkau melakukan sholat witir ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Aisyah sesungguhnya kedua mataku tertidur sedangkan hatiku tidaklah tidur””. (HR. Bukhari dan Muslim).
Menelaah Ketidakcocokan Hadits Riwayat Aisyah Sebagai Dasar Sholat Tarawih 8 Rakaat
Hadits riwayat Siti Aisyah ra di atas merupakan dasar hadits yang digunakan dalam menetapkan jumlah rakaat tarawih sebanyak 8 rakaat. Namun, dalam beberapa pendapat ulama’ yang termaktub dalam beberapa kitab kuning menyangkal ketidakcocokan hadits tersebut sebagai dasar sholat tarawih 8 rakaat.
1. Sholat 8 Rakaat Di Atas Dikerjakan Sebelum Tidur, Padahal Sholat Tarawih Dikerjakan Sebelum Tidur
Coba perhatikan hadits di atas dengan teliti, Siti Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah SAW :
أَتَنَامُ قَبْلَ اَنْ تُوْتِرَ ؟
“Apakah Engkau tidur sebelum Engkau melakukan sholat witir ?”.
Ini menunjukkan bahwa sholat 8 rakaat yang dilakukan Rasulullah SAW tersebut dilaksanakan sesudah tidur, padahal sholat tarawih jelas-jelas dilaksanakan setelah sholat Isya’ dan sebelum tidur.
2. Sholat 8 Rakaat Di Atas Bisa Jadi Dikerjakan Di Selain Bulan Ramadhan, Padahal Sholat Tarawih Hanya Dikerjakan di Bulan Ramadhan Saja
Selanjutnya, coba perhatikan lagi hadits di atas dengan teliti, perkataan Siti Aisyah ra :
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلَا فِيْ غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً
"Rasulullah SAW tidaklah menambahi di Bulan Ramadhan dan tidak di bulan selainnya melebihi 11 rakaat"
Pada kalimat “di Bulan Ramadhan dan tidak di bulan selainnya” menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak hanya melaksanakan sholat 8 rakaat tersebut di Bulan Ramadhan saja tetapi juga di bulan-bulan selain Ramadhan, sedangkan sholat tarawih hanya dilaksanakan di Bulan Ramadhan. Tentu saja alasan ini menunjukkan ketidakcocokan hadits riwayat Siti Aisyah tersebut sebagai dasar sholat tarawih 8 rakaat.
3. Imam Bukhari Memasukkan Hadits Riwayat Siti Aisyah Di Atas Pada Bab Sholat Witir
Alasan terakhir ini mungkin menjadi alasan penguat utama mengenai ketidakcocokan hadits riwayat Siti Aisyah ra sebagai dasar sholat tarawih 8 rakaat. Yaitu, Imam Bukhari meletakkan hadits tersebut dalam bab sholat witir (coba cek sendiri di Kitab Shohih Bukhari). Artinya, hadits riwayat Siti Aisyah tersebut merupakan dasar pelaksanaan sholat witir, bukan sholat tarawih. Sedangkan kita pun tahu bahwa malksimal melaksanakan sholat witir adalah 11 rakaat, ini sesuai dengan hadits di atas.
Sumber : Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Persoalan ke-4, Sholat Tarwih
Penulis : KH. Ali Maksum, Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
Bukti, Rasulullah SAW Pernah Melaksanakan Sholat Sunnah Melebihi 11 Rakaat
Berdasarkan 3 point sangkalan di atas, menunjukkan bahwa hadits riwayat Siti Aisyah adalah dasar untuk melaksanakan sholat witir, bukan sholat tarawih.
Nah, dari 3 alasan di atas, mungkin muncul pertanyaan sangkalan “Lalu, apakah pernah Rasulullah SAW melaksanakan sholat ?”. Jawabannya adalah tentu saja pernah, cobalah perhatikan hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra berikut ini :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشَرَةَ رَكْعَةً - رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ خُزَيْمَةَ
“Dari sahabat Ibnu Abbas ra berkata, “Rasulullah SAW melaksanakan sholat malam sebanyak 13 rakaat””. (HR. Muslim, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Khuzaimah).
Dalam hadist lain dari riwayat sahabat Ali bin Abi Thalib :
عَنْ عَلِيُّ رَضِيَ اللهُ تَعَالٰى عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ سِتَّ عَشَرَةَ رَكْعَةً سِوَى الْمَكْتُوْبَةِ
“Dari sahabat Ali ra berkata, “Rasulullah SAW melaksanakan sholat malam sebanyak 16 rakaat selain sholat maktubah (sholat fardlu)”.
Dalam hadits lainnya juga dijelaskan :
رَوَى أَبُو الْحَسَنِ بْنُ الضِّحَاكِ عَنْ طَاوُسٍ مُرْسَلًا قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ سَبْعَ عَشَرَةَ رَكْعَةً
“Abu Hasan Adh-Dhihak meriwayatkan dari Thowus secara mursal, berkata “Rasulullah SAW melaksanakan sholat malam sebanyak 17 rakaat”.
Menyikapi Masalah Mengenai Sholat Tarawih 8 Rakaat
Para pelaksana sholat tarawih 20 rakaat pastilah memiliki hujjah, yaitu mengikuti jejak sahabat Umar bin Khattab, para sahabat lainnya, para tabi’in, dan para madzhab. Begitu juga dengan para pelaksana sholat tarawih 36 rakaat.
Namun, untuk para pelaksana sholat tarawih 8 rakaat, jangan katakan bahwa kamu mengikuti jejak Rasulullah SAW karena sudah jelas hadits dan dasar yang digunakakan hujjah bukan merujuk pada sholat tarawih melainkan sholat witir.
Selain itu, para sahabat, para tabi’in, para tabi’it tabi’in, para madzhab, dan mayoritas para ulama’ melaksanakan sholat tarawih 20 rakaat dan sebagian 36 rakaat. Lalu, apa yang membuat kamu merasa lebih pandai dan lebih alim daripada mereka-mereka ?. Karena seharusnya dasar dan dalil-dalil yang sudah diulas di atas sudah cukup menjelaskan.
Jika dikembalikan lagi kepada hukum sholat tarawih, memang tidak masalah melaksanakan sholat tarawih sebanyak atau sesedikit apapun jumlah rakaatnya, karena memang hukumnya adalah sunnah. Tetapi jika masalah sholat tarawih 8 rakaat dengan merujukkan hadits riwayat Siti Aisyah di atas, rasanya tidak pantas dan tidak sesuai sama sekali.