Pengertian dan Contoh Hadits Mutabi' dan Hadits Syahid
Salah satu macam hadits yang juga perlu untuk diketahui ketika kita mempelajari ilmu hadits adalah Hadits Mutabi' dan Hadits Syahid.
Pengertian Hadits Mutabi' (الْحَدِيْثُ الْمُتَابِعُ)
Menurut bahasa, mutabi' merupakan isim fail dari lafadz "taba'a" (تَابَعَ) yang berarti mengikuti, sedangkan mutabi' berarti sesuatu atau seorang yang mengikuti.
Menurut istilah, sebagaimana tertera dalam Kitab Minhatul Mughits dalam bab yang sama, definisnya adalah sebagai berikut ini :
هُوَ الْحَدِيْثُ الَّذِيْ قَدْ تَابَعَ رَاوِيْهِ غَيْرَهُ فِي الرِّوَايَةِ عَنْ شَيْخِهِ اَوْ شَيْخِ شَيْخِهِ وَفِيْ لَفْظٍ مَا رَوَاهُ
"Yaitu hadits yang rawinya telah mengikuti rawi lain di dalam riwayatnya dari gurunya atau guru dari gurunya, dan (mengikuti pula) di dalam lafadz yang diriwayatkannya".
Dalam hadits mutabi' maka kita pun akan mengenal istilah "mutaba'ah" (الْمُتَابَعَةُ), yaitu mengikuti riwayat rawi lain. Mutaba'ah sendiri terbagi menjadi 2 macam, di antaranya adalah :
1. Mutaba'ah Tam (الْمُتَابَعَةُ التَّامَّةُ)
Mutaba'ah Tam adalah jika riwayat mutabi' (orang yang mengikuti) mengikuti gurunya mutaba' (orang yang diikuti).
2. Mutaba'ah Qashirah (الْمُتَابَعَةُ الْقَاصِرَةُ)
Mutaba'ah Qashirah adalah jika riwayat mutabi' (orang yang mengikuti) mengikuti rawi di atas guru mutaba' (orang yang diikuti) secara mutlaq.
Pengertian Hadits Syahid (الْحَدِيْثُ الشَّاهِدُ)
Menurut bahasa, syahid merupakan isim fail dari lafadz "syahida" (شَهِدَ) yang berarti menyaksikan atau melihat, sedangkan syahid berarti sesuatu atau seorang yang menyaksikan.
Menurut istilah, sebagaimana tertera dalam Kitab Minhatul Mughits dalam bab yang sama, definisnya adalah sebagai berikut ini :
هُوَ حَدِيْثٌ يُوَافِقُ اٰخَرَ فِيْ مَعْنَاهُ دُوْنَ لَفْظِهِ
"Yaitu hadits yang memiliki kesesuaian (kesamaan) dengan hadits lain di dalam maknanya, bukan lafadznya".
Contoh Hadits Mutabi' dan Hadits Syahid
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ فَلَا تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا، وَفِيْ لَفْظِ مُسْلِمٍ فَاقْدِرُوْا لَهُ ثَلَاثِيْنَ، وَفِيْ لَفْظِ الْبُخَارِيْ فَاَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
"Bulan ada 29 hari, maka jangan kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal (rembulan) dan jangan berbuka (idul fitri) sehingga kalian melihat hilan (rembulan). Jika kalian terhalangi mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan sebanyak 30 hari". Dalam lafadz Imam Muslim "Maka kira-kirakan (hitunglah) bulan menjadi 30 hari". Dalam lafadz Imam Bukhari, "Maka sempurnakanlah bilangan Bulan Sya'ban menjadi 30 hari"".
Hadits tersebut memiliki banyak jalur sanad, di antaranya bisa dilihat pada skema gambar di bawah ini :
Keterangan :
Coba perhatikan skema gambar di atas, jika dicari mutabi' dan syahidnya (orang yang mengikuti) Imam Syafi'i, yang memiliki rantai sanad dari Imam Malik, dari Ibnu Dinar, dan dari Sahabat Ibnu Umar, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Hadits riwayat Imam Qa'nabi merupakan Mutabi' Tam terhadap hadits riwayat Imam Syafi'i. Ini dikarenakan Imam Qa'nabi mengikuti riwayat guru dari Imam Syafi'i yaitu Imam Malik sampai guru yang di atasnya, yaitu Ibnu Dinar dan Sahabat Ibnu Umar. Jadi, guru Imam Syafi'i diambil dan diikuti oleh Imam Qa'nabi.
- Hadits riwayat Ibnu Huzaimah dengan sanad Ashim dari Ibnu Zaid dari Sahabat Ibnu Umar, dan hadits riwayat Imam Muslim dengan sanad Ubaidillah dari Nafi' dari Sahabat Ibnu Umar. Keduanya adalah Mutabi' Qashirah terhadap hadits riwayat Imam Syafi'i. Hal ini dikarenakan keduanya meriwayatkan dari guru Imam Syafi'i yang paling atas, yaitu Sahabat Ibnu Umar.
Dengan kata lain, ketiga riwayat hadits tersebut (Imam Syafi'i, Imam Ibnu Huzaimah, dan Imam Muslim) bersumber dari satu orang sahabat yang sama yaitu Sahabat Ibnu Umar. Jadi, disebut dengan istilah Qashirah (pendek) karena mengikuti pada satu orang guru saja, tidak semua dari guru-guru Imam Syafi'i, berbeda dengan Imam Qa'nabi yang guru-gurunya mengikuti Imam Syafi'i. - Hadits riwayat Imam Bukhari yang bersanad Syu'bah, dari Muhammad bin Ziyad, dari Sahabat Abu Hurairah merupakan Syahid terhadap hadits riwayat Imam Syafi'i. Alasannya adalah karena rawi pertama adalah 2 sahabat yang berbeda, yaitu Sahabat Ibnu Umar dan Sahabat Abu Hurairah.
Selain itu, jika dilihat lafadznya, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan menggunakan "fa'akmilu 'iddata sya'bana" (فَاَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ), sedangkan Imam Syafi'i dengan menggunakan "faqdiru lahu tsalatsina" (فَاقْدِرُوْا لَهُ ثَلَاثِيْنَ). Kedua lafadznya berbeda, namun memiliki makna yang sama, jadi inilah yang dinamakan Hadits Syahid.
Wallahu a'lam bis showab.