Menolak Metode Hisab Sebagai Penentu Bulan Ramadhan dan Syawal
Penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal merupakan salah satu cabang khilafiyah di kalangan umat islam. Seperti yag sudah kita ketahui bahwa metode penentuan awal kedua bulan tersebut terbagi menjadi 3 macam, yaitu rukyatul hilal, istikmal, dan hisab.
Baca sebelumnya : 3 Macam Metode Menentukan Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal.
Penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal adalah langkah pokok dalam menentukan awal dan akhir melaksanakan ibadah puasa, sehingga tidak seharusnya dilaksanakan dengan sembarangan dan semberono. Demikian pula metode penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal harus merujuk pada sunnatullah dan sunnah rasul-Nya.
Secara kontekstual, Rasulullah SAW sendiri memberikan peringatan dalam masalah penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal, sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah ra :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَالَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ
“Rasulullah SAW sangat memperhatikan Bulan Sya’ban yang mana beliau tidak melebihi perhatiannya di bulan selainnya”.
Hadist tersebut seolah mengisyaratkan kepada kita, umat beliau, untuk menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal dengan penuh kehati-hatian dan jalan yang merujuk pada sunnah Beliau.
Pendapat Para Madzhab dan Para Ulama’ Dalam Menentukan Awal Bulan Ramadhan dan Awal Bulan Syawal
Perlu kita ketahui bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat telah menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal dengan rukyatul hilal (melihat bulan), jika bulan terhalangi sesuatu seperti mendung, kabut, dan lainnya, maka hari menggunakan jalan istikmal, yaitu menyempurnakan menjadi 30 hari.
Begitu pula dengan para mazhab dan para ulama’ lainnya, baik dari golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau lainnya, mereka berpendapat bahwa tidak ada metode lain dalam menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal kecuali dengan rukyatul hilal dan istikmal. Penjelasan pada poin ini, sudah saya jelaskan pada posting sebelumnya, berdasarkan dasar hadist dan pendapat para ulama’ yang diambil dari beberapa kitab.
Baca lebih lengkap : Analisis Rukyatul Hilal dan Istikmal Sebagai Penentu Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal.
Analisis Dalam Menolak Metode Hisab Sebagai Penentu Awal Bulan Ramadhan dan Awal Bulan Syawal
Metode hisab merupakan metode perhitungan secara astronimis dan sistematis dalam mempelajari perwujudan bulan untuk menentukan awal bulan hijriyah. Metode hisab ini merupakan metode yang berkaitan dengan ilmu perbintangan yang kemunculannya pun menjadi tolak ukur dalam menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal (bagi golongan tertentu).
Adapun metode hisab dalam kaitan penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal merupakan hal yang bertentang dengan pendapat para madzhab dan sebagian para ulama’, khususnya ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Tentu saja keabsahannya metode ini pun sangat diragukan bahkan sangat lemah dasarnya, dengan alasan sebagai berikut :
1. Rasulullah SAW dan Para Sahabat Menggunakan Metode Rukyatul Hilal atau Istikmal
Pada analisis metode rukyatull hilal dan metode istikmal (pada link di atas) saya sudah membahas cukup jelas mengenai hal ini. Tidak ada penggunaan metode hisab dalam masa Rasulullah SAW dan para sahabat, dan tidaklah diperintahkan para sahabat untuk menggunakan metode hisab.
2. Para Madzhab Menolak Metode Hisab
Lihat analisis pada link di atas, semua praktek-praktek penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal sekaligus pendapat beliau-beliau menunjukkan bahwa hanya metode rukyatul hilal atau istikmal yang digunakan dalam menentukan awal kedua bulan tersebut.
Para Madzhab menolak dan melarang penggunaan metode hisab untuk dipraktekkan dalam skala publik secara mutlak. Adapun jika metode hisab dipraktekkan dalam skala khusus, misalnya oleh orang tertentu dan para pengikutnya yang mempercayainya, maka hanya Imam Syafi’i saja yang memperbolehkan, sedangkan imam-imam lainnya tetap menolak secara mutlak.
Demikian penjelasan dalam Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Bab Persoalan Kelima, Penetapan 2 Bulan (Bulan Ramadhan Dan Bulan Syawal oleh KH. Ali Maksum Kerapyak Jogja.
3. Golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan Golongan Lainnya Menolak Metode Hisab
Para ulama’ baik dari golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah maupun dari golongan lain menolak secara mutlak penggunaan metode hisab. Hal ini dikarenakan metode hisab tidak relevan dengan apa yang telah disyariatkan oleh Rasulullah SAW.
Syekh Ibnu Qosim Al-Khou’i dalam kitabnya, Al-Masail Al-Mutanajjiyah, cetakan kedua, percetakan Al-Adab di Najaf, tahun 1382 H, hal. 149 menuturkan pendapatnya :
وَلَا عِبْرَةَ بِغَيْرِ مَا ذَكَرْنَا (اَىْ رُؤْيَةِ هِلَالِ رَمَضَانَ اَوْ مُضِيِّ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا مِنْ شَعْبَانَ) مِنْ قَوْلِ الْمُنَجِّمِ وَنَحْوِ ذٰلِكَ
“Dan tidak ada ibroh dengan selain apa yang telah kami sebutkan [maksudnya, melihat hilal Bulan Ramadhan atau terlewatinya 30 hari Bulan Sya'ban] dari pendapat ahli perbintangan dan sebagainya".
Syekh Ibnu Taimiyah menuturkan dalam kitabnya, Majmuk Fatawi, mengenai masalah penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal :
الْاِجْمَاعُ عَلىَ اَنَّهُ لَا يَجُوْزُ الْعَمَلُ بِالْحِسَابِ فِيْ اِثْبَاتِ الْاهِلَّةِ
“Adalah ijma’ (kesepakatan para ulama’) bahwa tidak diperbolehkan mempraktekkan motode hisab di dalam penetapa bulan (Ramadhan dan Syawal)”
4. Metode Hisab Menyalahi Ayat Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW
Peredaran bulan dan matahari merupakan ayat Allah SWT, pertanda akan kebesaran Allah SWT. Demikian pula, Allah SWT menjadikan matahari dan bulan sebagai tanda pergantian waktu, baik waktu sholat maupun waktu berpuasa. Dengan kata lain, matahari dan bulan merupakan tanda pasti yang telah disyariatkan dalam hal ini.
Sedangkan metode hisab adalah parameter hitung yang bersifat perkiraan dan tidak pasti, walau didasari kaidah-kaidah yang rumit sekaipun. Tentu saja terkadang terjadi perbedaan tipis mengenai hasil metode hisab antara satu golongan dengan golongan lainnya.
Lalu, bagaimana mungkin tanda pasti yang telah disyariatkan (metode rukyatul hilal atau istikmal) bisa dikalahkan oleh ilmu perkiraan yang tidak pasti (metode hisab) ?. Bagaimana mungkin pendapat umat (metode hisab) mengalahkan perintah Rasulullah SAW (metode rukyatul hilal atau istikmal) ?. Untuk itulah praktek-praktek metode hisab menyalahi ayat (tanda pasti yang telah disyariatkan) Allah SWT dan rasul-Nya.
Ibnu Bazizah berkata, “Madzhab (yang berpegang pada metode hisab) adalah madzhab batil. Sungguh syariat Islam telah melarang seseorang untuk terjun dalam ilmu nujum (ilmu perbintangan), karena ilmu ini hanya sekedar sangkaan atau perkiraan (dzon), bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i), dan bukan sangkaan yang kuat. Seandainya suatu perkara dikaitkan dengan ilmu hisab, sungguh akan mempersempit karena tidak ada yang menguasai ilmu ini kecuali sedikit”.
Metode Hisab Sebagai Pembantu Metode Rukyatul Hilal
Kemunculan ilmu nujum (ilmu perbintangan) tidak bisa dipungkiri lagi telah membantu umat manusia, khususnya umat islam, dalam kemudahan di bidang waktu. Namun, bukan berarti ilmu ini menjadi tolak ukur dalam setiap waktu, seperti waktu sholat dan waktu puasa.
Misalnya, pengkonsepan jadwal sholat 5 waktu merupakan kontribusi dari ilmu perbintangan. Dengan demikian, jadwal sholat 5 waktu bukan menjadi tolak ukur utama dalam menentukan awal sholat 5 waktu, hanya sebagai pembantu untuk mepermudah. Sedangkan yang tetap menjadi tolak ukur utama adalah pergeseran matahari.
Baca juga : Batas Waktu Awal dan Akhir Sholat Fardlu.
Begitu juga halnya dengan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal sebagai awal dan akhir pelaksanaan ibadah puasa. Metode hisab bukan menjadi tolak ukur, hanya berfungsi untuk membantu dan mempermudah, sedangkan yang menjadi tolak ukur utama adalah metode rukyatul hilal atau istikmal jika bulan terhalangi, yang merupakan tanda pasti syariat.
Negara Arab Saudi sendiri menentukan kalender hijriyah dalam setahun menggunakan metode hisab, tetapi adalam kasus penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal tetaplah menggunakan rukyatul hilal dan istikmal.
Sumber : Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Bab Penetapan 2 Bulan, yaitu Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal
Karya : KH. Ali Maksum.