Inilah Waktu Dikabulkan Doa Hari Jum’at Menurut Imam Suyuthi

Waktu Dikabulkan Doa Hari Jum’at Menurut Imam Suyuthi

Waktu Dikabulkan Doa Hari Jum’at – Allah SWT telah memberikan kemulian pada umat Rasulullah SAW dengan adanya hari Jum’at. Benar, hari Jum’at merupakan salah satu kemuliaan dan keistimewaan yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada umat ini. Ada banyak kemuliaan yang terkandung di dalam hari Jum’at pastinya. Dan ada 20 keutamaan hari Jum'at yang sudah saya ulas pada posting lain.

Salah satu kemuliaannya adalah adanya waktu mustajabah. Yaitu waktu ini adalah di mana doa dapat dikabulkan bagi setiap muslim yang bertepatan memohon kepada Allah SWT di waktu itu. Di antara dasar dan dalilnya adalah 2 hadits shahih berikut ini:

Hadits 1: Shahih

فِيْهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللّٰهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا

Di dalam hari Jum’at adalah waktu yang mana tidaklah seorang hamba mukmin mendapatinya sedangkan ia dalam keadaan berdiri mengerjakan sholat, ia memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah akan memberikan itu padanya – Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya, beliau menunjukkan waktu itu sangat sebentar” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Hadits 2: Shahih

أَنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللّٰهَ فِيْهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ هِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ

Sesungguhnya di hari Jum’at ada waktu yang mana tidaklah seorang muslim mendapatinya sedangkan ia memohon kebaikan kepada Allah di dalamnya, kecuali Allah memberikan itu padanya. Rasulullah SAW bersabda: Waktu itu adalah waktu yang sebentar” (HR. Imam Muslim).

Kedua hadits shahih di atas sudah menjadi paten adanya waktu dikabulkan doa (waktu mustajabah) di hari Jum’at. Hendaklah ini diyakini oleh segenap muslim bahwa itu merupakan kemuliaan dari Allah SWT untuk kita semua. Dengan demikian, kita dapat berlomba dalam memperbaiki amal dan ibadah, terutama di hari Jum’at.


Inilah Waktu Dikabulkannya Doa Hari Jum’at Menurut Pendapat Imam As-Suyuthi

Imam As-Suyuthi merupakan satu dari sekian banyak tokoh alim yang ahli di bidang hadits. Beliau banyak memberikan kontribusi keilmuan syariat bagi segenap kaum muslimin. Kontrbusi tersebut diwujudkan dalam karya-karya kitabnya yang hingga sampai saat ini masih dikaji dan dipelajari.

Dalam pendapatnya, Imam As-Suyuthi memiliki kecenderungan bahwa wakmu mustajabah (dikabulkannya doa) di hari Jum’at bertepatan pada waktu iqamah sholat Jum’at. Lalu, apa dasar pendapat Imam As-Suyuthi seperti demikian itu?. Sub topik berikut akan menjawab analisis dalam banyaknya riwayat hadits.


Analisis Waktu Dikabulkannya Doa Hari Jum’at Menurut Imam As-Suyuthi

Saya sudah mengulas banyak dalam posting lain mengenai riwayat yang menjelaskan perbedaan waktu dikabulkan doa di hari Jum’at. Posting tersebut merupakan pemaparan dari Imam As-Suyuthi dan sudah saya klasifikasikan agar lebih mudah dipahami. Selanjutnya, posting tersebut akan menjadi tolak dalam menjelaskan analisis Imam As-Suyuthi dalam posting ini. Silahkan baca: Kapan Waktu Mustajabah di Hari Jum’at?.

1. Riwayat Hadits Yang Paling Shahih

Sebagaimana paparan dalam link di atas, Imam Al-Muhibbu At-Thabari mengerucutkan riwayat-riwayat yang ada menjadi 2 riwayat yang perlu diperhatikan:

قال المحب الطبرانى : أصح الأحاديث فيها حديث أبي موسى في مسلم وأشهر الأقوال فيها قول عبد الله بن سلام

Imam Al-Muhibbu At-Thabari berkata: Hadits yang paling shahih mengenai waktu mustajabah adalah hadits Abu Musa Al-Asy’ari di dalam riwayat Imam Muslim. Sedangkan pendapat yang paling masyhur (terkenal) mengenai waktu mustajabah adalah pendapat Abdullah bin Salam”.

Sependapat dengan ini, Imam Ibnu Hajar juga berkata:

قال ابن حجر : وما عداهما إما ضعيف الإسناد، أو موقوف أسند قائله إلى اجتهاد دون توقيف

Imam Ibnu Hajar berkata: Adapun hadits selain keduanya, ada kalanya sanad-sanadnya dhaif atau mauquf, orang yang mengatakannya disandarkan berdasarkan ijtihad, bukan taufiq (pertolongan dari Allah SWT)”.

Dari sini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa dari banyaknya pendapat dan riwayat, hanya ada 2 riwayat yang paling shahih. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari dan hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Salam (paling masyhur). Adapun kedua hadits tersebut yaitu:

Hadits 3: riwayat Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari (khatib duduk sampai selesai sholat jum’at).

هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلَسَ الْإِمَامُ إِلٰى أَنْ تُنْقَضَى الصَّلَاةُ

Waktu Mustajabah itu adalah waktu ketika imam (khatib) duduk sampai diselesaikannya sholat”. (HR. Imam Abu Dawud dan Imam Muslim)

Hadits 4: dari Sahabat Abdullah bin Salam (sebelum matahari tenggelam).

وأخرج أصحاب السنن عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة، وفيه ساعة لا يصادفها عبد مسلم وهو يصلي يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه)، فقال كعب : ذلك في كل سنة يوم، فقلت : بل في كل جمعة، فقرأ كعب التوراة فقال : صدق رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال أبو هريرة : ثم لقيت عبد الله بن سلام فحدثته، فقال : قد علمت أية ساعة هي آخر ساعة في يوم الجمعة، فقلت : كيف وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا يصادفها عبد مسلم وهو يصلي) وتلك الساعة لا يصلي، فقال : ألم يقل رسول الله صلى الله عليه وسلم (من جلس مجلسا ينتظر الصلاة، فهو في صلاة)، قلت : بلى، قال : فهو ذاك

Ashabus Sunan mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik hari yang mana matahari terbit adalah Hari Jum’at. Di dalamnya adalah waktu yang mana seorang hamba muslim tidak mendapatinya sedangkan ia sedang sholat memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah memberikan sesuatu itu padanya”. Sahabat Ka’ab Al-Akhbar berkata: Waktu itu ada setiap tahun hanya pada satu hari. Lalu aku (Sahabat Abu Hurairah) menjawab, “Justru di setiap Hari Jum’at”. Sahabat Ka’ab pun membaca Kitab Taurat lalu berkata, “Benar Rasulullah SAW”. Sahabat Abu Hurairah berkata: Kemudian aku bertemu dengan Sahabat Abdullah bin Salam, aku pun menceritakan padanya, lalu ia berkata, “Aku telah tahu kapan waktu itu, yaitu akhir waktu di Hari Jum’at”. Aku bertanya, “Bagaimana bisa, sedangkan Rasulullah telah bersabda: Tidaklah seorang hamba muslim mendapatinya sedangkan ia sedang sholat”, sedangkan waktu itu (akhir Hari Jum’at) beliau tidak sedang sholat?”. Lalu Sahabat Abdullah bin Salam menjawab, “Tidakkah Rasulullah SAW pernah bersabda: Barang siapa yang duduk di sebuah majlis sembari menunggu sholat, maka ia sama seperti sedang sholat?”. Aku menjawab, “Benar”. Sahabat Abdullah bin Salam berkata, “Lalu waktu itu adalah akhir waktu di Hari Jum’at”” (HR. Ashabus Sunan).


2. Hadits Yang Paling Unggul dari 2 Hadits Shahih

Sekarang, pertanyaannya adalah manakah yang paling ungul dari kedua hadits tersebut (hadits 3 dan hadits 4)?.  Lagi-lagi, para imam dan ulama’ masih berbeda pendapat mengenai mana yang paling unggul. Setiap imam mengunggulkan masing-masing dari kedua riwayat tersebut sesuai pendapatnya.

فرجح ما في حديث أبي موسى البيهقى وابن العربى والقرطبى، وقال النووى : إنه الصحيح والصواب، ورجح قول ابن سلام أحمد بن حنبل وابن راهويه وابن عبد البر وابن الزملكانى من الشافعية

Lalu, Imam Baihaqi, Imam Ibnu Arabi, dan Imam Qurtubhi mengunggulkan pendapat di dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Imam An-Nawawi berkata: Hadits Abu Musa adalah yang shahih dan yang benar. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Rahawaih, Imam Ibnu Abdul Barr, dan Imam Ibnu Az-Zamlakani yang merupakan ulama’ Syafi’iyyah, mengunggulkan pendapat Ibnu Abdus Salam”.

3. Kata Kunci Dalam Analisis Imam As-Suyuthi

Dua riwayat shahih di atas mengisyaratkan bahwa waktunya adalah berada di sekitar waktu sholat jum’at atau sebelum matahari tenggelam. Sekarang, coba perhatikan hadits 1 dan 2, Imam As-Suyuthi mengambil 3 kata kunci penting dalam analisanya, yaitu:

  • Memuat waktu berdoa: Ini disimpulkan berdasarkan kalimat “يسأل الله شيئا” (Ia meminta sesuatu kepada Allah). Artinya, waktu mustajabah adalah waktu di mana seseorang dapat leluasa berdoa dan memohon kepada Allah SWT.
  • Berhubungan dengan sholat: Ini disimpulakan berdasarkan kalimat “وهو قائم يصلي” (ia berdiri melaksanakan sholat). Artinya, waktunya sangat erat hubungannya dengan “sedang” atau “akan” melaksanakan sholat. Makna kalimat “قائم يصلي” sendiri menunjukkan makna pekerjaan.
  • Waktunya sangat singkat: Ini dapat disimpulkan dari kalimat “يقللها” dan “ساعة خفيفة”. Ini sesuai dengan nash dan ijma’ (kesepakatan ulama’).

Dari ketiga kata kunci ini, Imam As-Suyuthi mencoba untuk menghubungkan dengan 2 hadits yang paling shahih di atas (lihat hadits 3 dan 4).

A. Hubungan Dengan Haditsnya Sahabat Abdullah bin Salam

Hadits ini (lihat hadits 4) diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah, di mana beliau berdialog dengan Sahabat Abdullah bin Salam. Hadits ini menjelaskan bahwa waktu mustajabah adalah sebelum tenggelamnya matahari. Dan merupakan hadits yang paling masyhur atau dikenal dari riwayat lainnya oleh para ahli hadits.

Kita tahu bahwa waktu setelah sholat ashar sampai masuk waktu sholat maghrib adalah waktu diharamkan melakukan sholat tanpa sebab yang mendahului. Namun, ketika Sahabat Abu Hurairah menyangganya, Sahabat Abdullah bin Salam menjawab bahwa orang yang menunggu sholat sama dengan melaksanakan sholat.

Menurut Imam As-Suyuthi, menunggu sholat sama dengan melaksanakan sholat adalah makna majaz (kiasan) yang cukup jauh. Jika memang benar, seolah “menunggu sholat” menjadi syarat memperoleh waktu mustajabah. Padahal kalimat “قائم يصلي” memiliki makna pekerjaan. Dari sini, Imam As-Suyuthi menyimpulkan bahwa hadits ini kurang tepat sebagai dasar kapan waktu dikabulkan doa di hari Jum’at.

B. Hubungan Dengan Hadits Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari

Hadits ini (lihat hadits 3) menunjukkan bahwa waktu dikabulkan doa di hari Jum’at dimulai ketika khatib duduk di atas mimbar sampai sholat Jum’at selesai. Sayangnya, ini adalah waktu yang cukup panjang, padahal waktu mustajabah sangatlah singkat. Jadi, perlu diperinci agar sesuai dengan kata kunci ketiga.

  • Waktu khutbah: Jelas bukan waktu sholat dan doa, karena jamaah jum’at diharuskan untuk mendengarkan dan memperhatikan khutbah.
  • Waktu di antara dua khutbah: Ini adalah waktu doa, tetapi bukan waktu sholat.
  • Waktu sholat jum’at: Ini adalah waktu sholat, tetapi bukan waktu doa secara keseluruhan.

Dari perincian ini, agar sesuai dengan 3 kata kunci di atas, yang tersisa adalah waktu iqamah, waktu sujud, dan waktu tasyahud akhir. Dalam hal ini, Imam As-Suyuthi menyimpulkan bahwa waktu yang tepat adalah waktu iqamah. Waktu iqamah memungkinkannya sesuai pada 3 kata kunci di atas.

Selain itu, coba lihat penjelasan pada link di atas. Kebanyakan riwayat yang statusnya marfu’ mencakup dalam waktu iqamah. Meskipun sebagian besar riwayatnya dhaif, tetapi statusnya marfu’, seperti riwayat Maimunah binti Sa’ad, Sahabat Amr bin Auf, terlebih Sahabat riwayat Sahabat Abu Musa Al-Asy’ary.

Imam At-Thabrani meriwayatkan dari Sahabat Auf bin Malik berkata:

إني لأرجو أن تكون ساعة الإجابة في إحدى الساعات الثلاث إذا أذن المؤذن، وما دام الإمام على المنبر، وعند الإقامة

Sesungguhnya aku berharap bahwa waktu mustajabah ada di salah satu 3 waktu, yaitu ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan jum’at, selama imam berada di atas mimbar, dan ketika iqamah sholat jum’at”.

Sumber keterangan:
Kitab Nurul Lum’ah fi Khashaishij Jumu’ah, kekhususan ke-57, karya Imam As-Suyuthi.


Kesimpulan

Ulama ahli hadits dan tarjih telah mengerucutkan pada 2 hadits yang dinilai paling shahih dari semua riwayat lainnya. Kedua riwayat tersebut menyebutkan bahwa waktu dikabulkan doa hari Jum’at adalah mulai khatib duduk sampai selesai sholat jum’at dan sebelum matahari tenggelam. Kendatipun demikian, para ulama’ ahli hadits dan ahli tarjih masih mengemukakan perbedaan pendapat.

Termasuk hasil tarjih dari Imam As-Suyuthi yang menyebutkan bahwa waktu mustajabah adalah ketika iqamah sholat jum’at. Hal ini didasarkan pada hasil ijtihad beliau, kurang lebih seperti yang sudah dijelaskan. Namun, hasil ijtihad tidak selalu benar, bisa jadi salah, atau bisa jadi benar, wallahu a’lam.