Kapankah Waktu Mustajabah di Hari Jum'at? Ada Beberapa Pendapat Berbeda
Waktu Mustajabah di Hari Jum’at – Hari Jum’at adalah hari pilihan, dipilih oleh Allah SWT untuk umat Nabi Muhammad SAW. Sebagai hari pilihan, tentu saja hari Jum’at adalah hari istimewa. Di dalamnya, ada banyak hikmah, keistimewaan, dan keutamaan hari Jum'at yang jarang diketahui. Keistimewaan ini jauh melebihi hari-hari lainnya, baik hari Sabtu sampai hari Kamis. Dalam sebuah riwayat dari Sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلَّا فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik hari yang mana matahari terbit pada hari itu adalah Hari Jum’at. Di Hari Jum’at Nabi Adam diciptakan, di Hari Jum’at Nabi Adam dimasukkan ke dalam surga, di Hari Jum’at Nabi Adam diusir dari surga, dan tidaklah hari kiamat ditegakkan kecuali di Hari Jum’at” (HR. Imam Muslim).
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda:
إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللّٰهِ، وَهُوَ أَعْظَمُ عِنْدَ اللّٰهِ مِنْ يَوْمِ الْأَضْحٰى وَيَوْمِ الْفِطْرِ
“Sesungguhnya Hari Jum’at adalah bagindanya hari dan hari yang paling agung di sisi Allah. Hari Jum’at lebih agung di sisi Allah daripada hari raya qurban dan hari raya fitri” (HR. Imam Baihaqi di dalam Kitab Syu’abul Iman, dan Imam Ibnu Majah).
Salah satu keistimewaan dan keutamaan hari Jum’at adalah adanya waktu mustajabah di hari itu. Artinya, apabila seorang muslim berdoa bertepatan pada waktu ini, maka doanya diijabahi oleh Allah SWT. Waktu mustajabah itu tidak lain adalah keistimewaan yang diberikan Allah SWT kepada umat Rasulullah SAW.
Dalil Adanya Waktu Mustajabah di Hari Jum’at
Berita tentang adanya waktu mustajabah di hari Jum’at sudah sangat masyhur di kalangan kaum muslimin, terutama para ulama dan ahli hadits. Sahabat Abu Hurairah ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW:
فِيْهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللّٰهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di dalam hari Jum’at adalah waktu yang mana tidaklah seorang hamba mukmin mendapatinya sedangkan ia dalam keadaan berdiri mengerjakan sholat, ia memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah akan memberikan itu padanya – Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya, beliau menunjukkan waktu itu sangat sebentar” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam riwayat Sahabat Abu Hurairah lainnya, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللّٰهَ فِيْهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ هِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ
“Sesungguhnya di hari Jum’at ada waktu yang mana tidaklah seorang muslim mendapatinya sedangkan ia memohon kebaikan kepada Allah di dalamnya, kecuali Allah memberikan itu padanya. Rasulullah SAW bersabda: Waktu itu adalah waktu yang sebentar” (HR. Imam Muslim).
Kedua riwayat shahih ini jelas menunjukkan adanya waktu mustajabah di hari Jum’at. Keduanya juga menjadi dalil pasti tentang waktu mustajabah hari Jum’at, yang tidak boleh diingkari. Sayangnya, waktu mustajabah di hari Jum’at tersebut sangatlah sebentar dan tidak berlangsung lama.
Kesimpulan pada poin ini, kita telah yakin kebenaran waktu mustajabah tersebut. Ada dalil dari sabda Rasulullah SAW yang dinilai shahih riwayatnya. Sebagai muslim yang baik, pasti hati kita tergerak untuk meyakininya. Ya, waktu mustajabah di hari Jum’at bukanlah berita yang dilebih-lebihkan atau bahkan berita dusta.
Kapan Waktu Mustajabah di Hari Jum’at?
Sekarang, yang menjadi pertanyaan utamanya adalah kapan waktu mustajabah hari Jumat itu?. Para ulama’ berselisih pendapat mengenai kapan tepatnya waktu mustajabah hari Jum’at. Imam As-Suyuthi mengatakan bahwa ada banyak perbedaan pendapat dan penentuan dalam hal ini:
وقد اختلف أهل العلم من الصحابة والتابعين فمن يعدهم في هذه الساعة على أكثر من ثلاثين قولا
“Dan telah berselisih pendapat para ahli ilmu dari golongan sahabat, tabi’in, dan sesudahnya di dalam waktu ini lebih dari 30 pendapat”.
Berikut ini beberapa perbedaan pendapat dari kalangan ahli ilmu dalam menyampaikan kapan waktu mustajabah hari Jum’at. Yang kemudian saya kelompokkan menjadi 5 bagian berdasarkan pemilihan waktunya.
A. Waktu Mustajabah Telah Dihilangkan
Pendapat pertama dalam topik ini menyatakan bahwa waktu mustajabah telah dihilangkan. Ini merupakan pendapat yang tertolak dan gugur, menurut saya pribadi. Imam Abdur Razzaq pernah meriwayatkan dari mantan budak Sahabat Muawiyah, bernama Abdullah:
قلت لأبي هريرة : أنهم زعموا أن الساعة التي في يوم الجمعة يستجاب فيها الدعاء رفعت، فقال : كذب من قال ذلك، قلت : فهي في كل جمعة، قال : نعم
“Aku (Abdullah) bertanya pada Sahabat Abu Hurairah: Ada kaum yang menyangka bahwa waktu di hari Jum’at yang dikabulkan doa di dalamnya telah dihilangkan?”. Sahabat Abu Hurairah menjawab: Bohong orang yang mengatakannya. Aku bertanya: Waktu itu di setiap hari Jum’at?. Sahabat Abu Hurairah menjawab: Benar”.
B. Tidak Ada Ketentuan Waktunya
Pembagian kedua dari macam-macam pendapat mengenai waktu mustajabah hari Jum’at, telah saya golongkan pada ketidakadaan ketentuan kapan itu terjadi. Berdasarkan pendapat-pendapat yang akan saya ulas, waktu mustajabah sulit ditentukan kapan waktu itu terjadi. Ketepatan waktunya pun tidak terperinci secara detail.
1. Waktu Mustajabah Hanya Terjadi Setahun Sekali
Pendapat tertolak lainnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa waktu mustajabah di hari Jum’at terjadi setahun sekali. Riwayat hadits pada poin pertama di atas dapat menjadi dasar dan dalil untuk menyanggahnya. Imam As-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya, Nurul Lum’ah:
وقيل : إنها في جمعة واحدة من كل سنة، قاله كعب الأحبار لأبي هريرة، فرده عليه فرجع إليه، أخرجه مالك وأصحاب السنن
“Ada yang mengatakan: Sesungguhnya waktu mustajabah ada di satu hari Jum’at di setiap tahun, Sahabat Ka’ab mengatakan pendapat itu pada Sahabat Abu Hurairah. Lalu Sahabat Abu Hurairah menyangganya dan mengembalikan pendapat itu padanya. Imam Malik dan Ashabus Sunan mengeluarkan riwayat ini”.
Dialog Sahabat Ka’ab dan Sahabat Abu Hurairah dapat dilihat pada hadits pon ke-5 sub topik E di bawah nanti.
2. Waktu Mustajabah Disamarkan
Ada juga yang berpendapat bahwa waktu mustajabah hari Jum’at tidak diketahui kapan. Artinya masih simpang siur sebagaimana simpang siurnya kapan waktu lailatu qadar. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Sahabat Abu Salamah ra:
سَأَلْتُ أَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِى عَنْ سَاعَةِ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا، فَقَالَ قَدْ أُعْلِمْتُهَا ثُمَّ أُنْسِيْتُهَا كَمَا أُنْسِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
“Aku bertanya pada Sahabat Abu Sa’id Al-Khudzri tentang waktu mustajabah hari Jum’at, lalu ia menjawab: Aku bertanya pada Nabi SAW tentang itu, lalu beliau menjawab, “Aku telah diberitahu tentang waktu itu kemudian aku dilupakan tentangnya sebagaimana aku dilupakan tentang lailatul qadar”.
Imam Abdur Razzaq pernah meriwayatkan perkataan Sahabat Ka’ab yang mendukung waktu waktu mustajabah disamarkan:
لَوْ أَنَّ إِنْسَانًا قَسَّمَ جُمُعَتَهُ فِيْ جُمَعٍ لَأَتٰى عَلٰى تِلْكَ السَّاعَةِ
“Jika manusia membagi-bagi waktu jum’atnya ke dalam beberapa bagian jum’at, maka ia akan mendapati waktu mustajabah itu”.
Maksud Sahabat Ka’ab di sini adalah membagi waktu Jum’at ke dalam beberapa shift. Misalnya, orang pertama memulai berdoa di waktu awal sampai sebelum pertengahan hari Jum’at. Orang kedua memulai pertengahan sampai akhir hari Jum’at. Tentu salah satu dari keduanya akan mendapati waktu mustajabah di hari Jum’at. Demikian ini yang dijelaskan Imam Ibnu Mundzir dalam memaknai perkataan Sahabat Ka’ab.
Dalam perhitungannya, awal hari Jum’at dimulai pada setelah matahari terbenam di hari Kamis. Sedangkan akhir hari Jum’at berakhir pada sebelum matahari terbenam di hari Jum’at. Jadi, malam Jum’at sudah memasuki awal hari Jum’at. Sedangkan hari Jum’at malam sudah memasuki awal hari Sabtu.
3. Waktu Mustajabah Tidak Menentu
Cukup mirip dengan pendapat ketiga di atas, waktu mustajabah dapat silih berganti di setiap hari Jum’at, tidak dapat ditentukan kapan, dan tidak dapat diprediksi secara pasti.
وقيل : أنها تنتقل في يوم الجمعة ولا تلزم ساعة بعينها، ذكر بعضهم احتمالا وجزم به ابن عساكر وغيره، ورجحه الغزالى والمحب الطبرى
“Ada yang mengatakan bahwa waktu mustajabah itu berpindah-pindah (ganti-ganti) di hari Jum’at, tidak tetap waktu tepatnya. Pendapat ini diutarakan oleh sebagian ulama’ sebagai bentuk kemungkinan. Pendapat ini ditetapkan oleh Imam Ibnu Asakir dan lainnya, sedangkan Imam Al-Ghazali dan Imam Al-Muhibbu At-Thabari mengunggulkan pendapat ini”.
C. Waktu Pagi Hari Jum’at
Pendapat-pendapat ini didasarkan pada riwayat yang menyatakan waktu mustajabah jatuh pada pagi hari. Di sini ada beberapa perbedaan pendapat yang terperinci berdasarkan riwayat hadits dan atsar.
1. Ketika Adzan Sholat Subuh
Pendapat ini didukung oleh riwayat Imam Ibnu Syaibah dari Sayyidah Aisyah. Yaitu ketika seorang muadzin (orang yang adzan) mengumandangkan adzannya pada waktu sholat subuh.
2. Mulai Terbitnya Fajar Sampai Matahari Terbit
Ada yang berpendapat bahwa waktu mustajabah dimulai saat fajar terbit (masuknya waktu sholat subuh) sampai dengan terbitnya matahari. Pendapat ini diutarakan berdasarkan riwayat Imam Ibnu Asakir dari Sahabat Abu Hurairah ra. Sayangnya, kelemahan pendapat ini adalah perlu diperinci kembali kapan waktu tepat antara terbitnya fajar sampai terbitnya matahari. Hal ini mengingat bahwa waktu mustajabah sangatlah singkat dan pendek.
3. Ketika Terbitnya Matahari
Ada juga yang mengatakan bahwa waktu mustajabah hari Jum’at berada pada saat matahari terbit. Pendapat ini pernah disampaikan dari Imam Ghazali.
4. Awal Pertama Setelah Matahari Terbit
Pendapat ini disampaikan oleh Imam Al-Jilli dan Imam Muhibbut Thabari, keduanya adalah pemberi syarah Kitab At-Tanbih. Awal pertama setelah matahari terbit di hari Jum’at ada waktu mustajabah.
D. Waktu Siang Hari Jum’at
Selain waktu pagi, ada juga beberapa pendapat yang menyatakan waktu mustajabah terjadi pada siang hari. Lebih tepatnya, pendapat-pendapat ini cenderung mengelilingi waktu sholat Jum’at. Dan tentunya ada banyak perbedaan pendapat dalam riwayat-riwayatnya pula.
1. Akhir Ketiga di Waktu Siang Hari
Pendapat yang menyatakan bahwa waktu mustajabah berada pada akhir ketiga di waktu siang hari ini didukung dari riwayat Sahabat Abu Hurairah secara marfu’. Tetapi, saya sendiri tidak tahu status dan kualitas riwayatnya apakah shahih, hasan, atau dhaif.
وَفِيْ آخِرِ ثَلَاثِ سَاعَاتٍ مِنْهُ سَاعَةٌ مَنْ دَعَا اللّٰهَ فِيْهَا اسْتُجِيْبَ لَهُ
“Dan di akhir waktu ketiga dari siang hari (di Hari Jum’at) ada sebuah waktu di mana barang siapa yang berdoa kepada Allah di dalamnya, maka doanya dikabulkan” (HR. Imam Ahmad bin Hanbal).
2. Ketika Matahari Tergelincir
Yang dimaksud waktu matahari tergelincir di sini adalah waktu awal ketika matahari bergerak ke arah barat dari posisi pertengahan (dari posisi istiwa’). Sahabat Qatadah meriwayatkan dalam hal ini:
كَانُوْا يَرَوْنَ السَّاعَةَ الْمُسْتَجَابَ فِيْهَا الدُّعَاءُ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ
“Para sahabat melihat waktu mustajabah yang di dalamnya dikabulkan doa ketika tergelincirnya matahari” (HR. Imam Ibnu Asakir).
Berkenaan dengan pendapat yang menyatakan pada waktu matahari tergelincir, Imam Ibnu Hajar berkata:
وكان مأخذهم في ذلك أنها وقت اجتماع الملائكة وابتداء دخول وقت الجمعة والأذان ونحو ذلك
“Tolak pengambilan mereka di dalam pendapat itu adalah bahwa waktu tergelincirnya matahari adalah waktu berkumpulnya para malaikat, permulaan masuknya waktu sholat jum’at, adzan, dan sebagainya”.
3. Ketika Adzan di Waktu Sholat Jum’at
Ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan sholat jum’at adalah waktu mustajabah hari Jum’at. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imam Ibnu Mundzir dari Sayyidah Aisyah:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ مِثْلُ يَوْمِ عَرَفَةَ فِيْهِ تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ اللّٰهَ فِيْهَا الْعَبْدُ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ، قِيْلَ : أَيَّةُ سَاعَةٍ، قَالَتْ : إِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ لِصَلَاةِ الْجُمُعَةِ
“Hari Jum’at seperti Hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), di dalamnya dibukakan pintu-pintu langit dan di dalamnya ada sebuah waktu yang mana tidaklah seorang hamba memohon kepada Allah di waktu itu kecuali Dia memberikannya. Ada yang bertanya, “Kapankah waktu itu?”. Sayyidah Aisyah menjawab, “Ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan sholat jum’at””.
4. Matahari Tergelincir Sampai Bayang Benda Seukuran 1 Dzira’
Satu dzira’ atau satu hasta sekitar sepanjang lengan atau perkiaraan kurang lebih setengah meter. Pendapat ini ditentukan berdasarkan riwayat Imam Ibnu Mundzir, dari riwayat Sahabat Abu Dzarr Al-Ghifari.
5. Matahari Tergelincir Sampai Masuknya Waktu Sholat Jum’at
Pendapat ini juga didasarkan pada riwayat Imam Ibnu Mundzir, tetapi dari riwayat Abu As-Sawwar Al-Adawi.
6. Matahari Tergelincir Sampai Matahari Terbenam
Dalam pendapat ini mengatakan, waktu mustajabah hari Jum’at dimulai ketika matahari tergelincir sampai matahari terbenam. Di dalam Kitab Nukkatut Tanbih, Imam Ad-Dzimari menuliskan riwayatnya. Sayangnya, waktu dalam pendapat ini juga perlu diperinci ketepatan. Karena hadits shahih yang menjelaskan waktu mustajabah (sesuai 2 hadits paling atas) sangat singkat dan sebentar.
7. Ketika Khatib Naik ke atas Mimbar
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa waktu mustajabah terjadi ketika khatib jum’at naik ke atas mimbar. Riwayat pendapat ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Zanjawaih dari cucu Nabi SAW, Al-Hasan bin Ali.
8. Mulai Khatib Naik Mimbar Sampai Dimulanya Sholat Jum’at
Pendapat lain mengatakan bahwa waktu mutajabah hari Jum’at terjadi ketika khatib naik ke atas mimbar sampai sholat jum’at dimulai. Riwayat pendapat ini dikeluarkan oleh Imam Mundzir dari Sayyid Hasan bin Ali dan Imam Al-Mawarzi dari Auf bin Hashrah (di dalam Kitab Al-Jumu’ah).
9. Mulai Khatib Naik Mimbar Sampai Sholat Jum’at Selesai
Adapun riwayat yang menyatakan pendapat ini didasarkan pada hadits mauquf, dari Imam Ibnu Jarir dari Musa Al-Asy’ari, Sayyid Hasan bin Ali, dan As-Sya’bi (seorang tabi’in).
10. Mulai Diharamkannya Jual Beli Sampai Dihalakannya Jual Beli
Pendapat ini dikemukakan dalam riwayat Imam Ibnu Abi Syaibah dan Imam Ibnu Mundzir dari As-Sya’bi. Keharaman melakukan jual beli pada hari Jum’at sudah dijelaskan dalam Surat Al-Jumu’ah ayat 9. Perkiraan diharamkannya jual beli dimulai ketika adzan dikumandangkan. Sedangkan perkiraan diperbolehkan kembali melakukan jual beli adalah setelah selesai sholat jum’at.
11. Ketika Adzan Jum’at Sampai Sholat Jum’at Selesai
Dalam riwayat Ibnu Zanjawaih dari Sahabat Ibnu Abbas menelaskan bahwa waktu mustajabah dimuali ketika adzan jum’at dikumandangkan sampai selesainya sholat jum’at.
12. Ketika Khatib Duduk Sampai Sholat Jum’at Selesai
Pendapat ini lebih mirip dengan pendapat kesembilan di atas, tetapi tentu ada sedikit perbedaan jeda awalnya. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari ra, Rasulullah SAW bersabda:
هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلَسَ الْإِمَامُ إِلٰى أَنْ تُنْقَضَى الصَّلَاةُ
“Waktu Mustajabah itu adalah waktu ketika imam (khatib) duduk sampai diselesaikannya sholat”. (HR. Imam Abu Dawud dan Imam Muslim)
Berdasarkan riwayat hadits dari Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari ra, Imam Ibnu Hajar mengatakan:
وهذا القول يمكن أن يتخذ مع اللذين قبله
“Pendapat ini memungkinkan dapat disimpulkan bersama dua pendapat sebelumnya (lihat poin 10 dan 11)”.
13. Khatib Berkhutbah Sampai Selesai Khutbah
Pendapat selanjutnya menjelaskan bahwa waktu mustajabah terjadi pada saat khatib memulai khutbahnya sampai khutbah selesai dilakukan. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imam Ibnu Abdul Barr dari Sahabat Ibnu Umar secara marfu’ tetapi dhaif.
14. Ketika Khatib Turun dari Mimbar
Pendapat yang menyatakan waktu mustajabah hari Jum’at ada pada saat khatib turun dari mimbar, didasarkan pada riwayat Sahabat Abu Qatadah oleh Imam Ibnu Mundzir.
15. Ketika Sholat Jum’at Didirikan
Rasanya, cukup sulit berdoa selain doa dan wirid dalam sholat apabila pendapat ini benar-benar menjadi pendapat yang mutlaq. Sayangnya, riwayat yang menjadi dasar pendapat ini dinilai dhaif.
أَنَّهَا قَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ أَفْتِنَا عَنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ، قَالَ : فِيْهَا سَاعَةٌ لَا يَدْعُو الْعَبْدُ فِيْهَا رَبَّهُ إِلَّا اسْتُجَابَ لَهُ، قُلْتُ : أَيُّ سَاعَةٍ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، قَالَ : ذٰلِكَ حِيْنَ يَقُوْمُ الْإِمَامُ
“Bahwa ia (Maimunah bin Sa’ad) bertanya, “Wahai Rasulullah, berilah fatwa pada kami tentang sholat jum’at”. Rasulullah SAW menjawab, “Di dalam Sholat Jum’at adalah waktu yang mana tidaklah seorang hamba berdoa pada Tuhannya kecuali doanya dikabulkan”. Aku (Maimunah binti Sa’ad) bertanya, “Kapankah waktu itu wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab, “Waktu itu adalah ketika imam berdiri melaksanakan sholat jum’at”.(HR. Ibnu Mundzir dari Sayyid Hasan bin Ali dan Imam Thabrani dari Maimunah binti Sa’ad)
16. Ketika Sholat Jum’at Didirikan Sampai Selesai
Pendapat ini serupa dengan hadits Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah (beliau menilainya hasan), dari Amr bin Auf:
قَالُوْا : أَيَّةُ سَاعَةٍ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، قَالَ : حِيْنَ تَقُوْمُ الصَّلَاةُ إِلَى الْاِنْصِرَافِ مِنْهَا
“Para sahabat bertanya, “Kapankah waktunya wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab, “Ketika sholat didirikan sampai selesai sholat””.(HR. Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah)
Sedangkan redaksi riwayat serupa di dalam Kitab Syu’abul Iman sebagai berikut:
مَا بَيْنَ أَنْ يَنْزِلَ الْإِمَامُ مِنَ الْمِنْبَرِ إِلٰى أَنْ تُنْقَضَى الصَّلَاةُ
“Yaitu waktu antara ketika imam turun dari mimbar sampai diselesaikannya sholat” (HR. Imam Baihaqi)
17. Waktu Ketika Nabi SAW Melaksanakan Sholat Jum’at
Ada yang mengatakan bahwa waktu mustajabah hari Jum’at adalah waktu ketika Nabi SAW mengerjakan sholat jum’at. Imam Ibnu Asakir mengeluarkan riwayat ini dari Imam Ibnu Sirrin.
E. Waktu Sore Hari Jum’at
Pada poin ini, pembagian pendapat mengenai waktu mustajabah hari Jum’at telah saya kelompokkan jatuh pada sore hari. Lebih tepatnya, dimulai sejak permulaan sholat ashar hingga matahari tenggelam di waktu senja. Hal ini berdasarkan riwayat-riwayat hadits yang menyebutkannya.
1. Mulai Sholat Ashar Sampai Matahari Tenggelam
Apabila kita merujuk pada kedua hadits shahih (paling atas), dapat disimpulkan bahwa pendapat ini hanya sebatas perkiraan. Tentu karena waktu ashar sampai matahari tenggelam bukanlah waktu yang sebentar. Jadi, pendapat sebagai perkiraan adalah kesimpulan tepat dalam hal ini.
Selain itu, riwayat dalam pendapat ini berupa mauquf dan dhaif. Pendapat ini sendiri didasarkan pada riwayat Imam Ibnu Jarir dari Sahabat Ibnu Abbas (mauquf) dan Imam Tirmidzi dari Sahabat Anas bin Malik (marfu’ tetapi dhaif):
اِلْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِيْ تُرْجٰى فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلٰى غَيْبُوْبَةِ الشَّمْسِ
“Carilah waktu yang diharapkan (dikabulkannya doa) di Hari Jum’at setelah ashar sampai terbenamnya matahari”.
Sedangkan dalam riwayat dari Sahabat Abu Sa’id yang diriwayatkan secara marfu’ dengan redaksi:
فَالْتَمِسُوْهَا بَعْدَ الْعَصْرِ أَغْفَلَ مَا يَكُوْنُ النَّاسُ
“Lalu carilah waktu mustajabah itu setelah ashar, yaitu waktu yang paling dilupakan oleh manusia”.
2. Waktu Mustajabah Ada di dalam Sholat Ashar
Pendapat ini menyatakan bahwa di dalam sholat ashar terdapat waktu mustajabah hari Jum’at. Ini adalah pendapat yang diambil dari riwayat Imam Abdur Razzaq, dari Yahya bin Ishaq, dari Abdullah bin Abi Thalhah. Riwayatnya tergolong mar’ruf dan juga mursal, silahkan dicek sendiri.
3. Waktu Setelah Sholat Ashar Sampai Waktu Ihtiyar Ashar
Pendapat waktu mustajabah selanjutnya berada pada waktu setelah sholat ashar sampai dengan waktu ihtiyar sholat ashar. Pendapat ini pernah dikutib oleh Imam Ghazali.
4. Matahari Mulai Berwarna Kekuningan Sampai Ia Tenggelam
Ada pula pendapat yang menyatakan waktu mustajabah dimulai ketika matahari berwarna kekuningan sampai matahari tenggelam. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imam Abdur Razzaq dari Thawus.
5. Waktu Akhir Setelah Ashar
Pendapat yang menyatakan waktunya adalah waktu terkahir setelah sholat ashar didasarkan pada riwayat yang marfu’. Yakni riwayat dari Sahabat Jabir bin Abdullah, begini kalimatnya:
فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
“Lalu carilah waktu mustajabah itu di akhir waktu setelah ashar” (HR. Imam Abu Dawud dan Imam Al-Hakim)
Dalam riwayat yang lain, para Ashabus Sunan meriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah ra:
وأخرج أصحاب السنن عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة، وفيه ساعة لا يصادفها عبد مسلم وهو يصلي يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه)، فقال كعب : ذلك في كل سنة يوم، فقلت : بل في كل جمعة، فقرأ كعب التوراة فقال : صدق رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال أبو هريرة : ثم لقيت عبد الله بن سلام فحدثته، فقال : قد علمت أية ساعة هي آخر ساعة في يوم الجمعة، فقلت : كيف وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا يصادفها عبد مسلم وهو يصلي) وتلك الساعة لا يصلي، فقال : ألم يقل رسول الله صلى الله عليه وسلم (من جلس مجلسا ينتظر الصلاة، فهو في صلاة)، قلت : بلى، قال : فهو ذاك
“Ashabus Sunan mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik hari yang mana matahari terbit adalah Hari Jum’at. Di dalamnya adalah waktu yang mana seorang hamba muslim tidak mendapatinya sedangkan ia sedang sholat memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah memberikan sesuatu itu padanya”. Sahabat Ka’ab Al-Akhbar berkata: Waktu itu ada setiap tahun hanya pada satu hari. Lalu aku (Sahabat Abu Hurairah) menjawab, “Justru di setiap Hari Jum’at”. Sahabat Ka’ab pun membaca Kitab Taurat lalu berkata, “Benar Rasulullah SAW”. Sahabat Abu Hurairah berkata: Kemudian aku bertemu dengan Sahabat Abdullah bin Salam, aku pun menceritakan padanya, lalu ia berkata, “Aku telah tahu kapan waktu itu, yaitu akhir waktu di Hari Jum’at”. Aku bertanya, “Bagaimana bisa, sedangkan Rasulullah telah bersabda: Tidaklah seorang hamba muslim mendapatinya sedangkan ia sedang sholat”, sedangkan waktu itu (akhir Hari Jum’at) beliau tidak sedang sholat?”. Lalu Sahabat Abdullah bin Salam menjawab, “Tidakkah Rasulullah SAW pernah bersabda: Barang siapa yang duduk di sebuah majlis sembari menunggu sholat, maka ia sama seperti sedang sholat?”. Aku menjawab, “Benar”. Sahabat Abdullah bin Salam berkata, “Lalu waktu itu adalah akhir waktu di Hari Jum’at”” (HR. Ashabus Sunan).
Imam Ashfihani di dalam Kitab At-Targhib meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudzri secara marfu’:
السَّاعَةُ الَّتِيْ يُسْتَجَابُ فِيْهَا الدُّعَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ آخِرُ سَاعَةٍ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ قَبْلَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ أَغْفَلُ مَا يَكُوْنُ عَنْهُ النَّاسُ
“Waktu yang dikabulkannya doa di dalamnya di Hari Jum’at adalah akhir waktu di Hari Jum’at sebelum tenggelamnya matahari, yaitu waktu yang paling dilupakan oleh manusia”.
6. Ketika Separuh Matahari Sudah Layu Hendak Tenggelam
Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imam Thabrani di dalam Kitab Al-Ausath. Dalam riwayat lain, Imam Baihaqi meriwayatkan di dalam Kitab Syu’abul Iman dari Sayyidah Fathimah, putri Rasulullah SAW:
أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيَّةُ سَاعَةٍ هِيَ، قَالَ : إِذَا تَدَلَّى نِصْفُ الشَّمْسِ لِلْغُرُوْبِ
“Sesungguhnya Sayyidah Fathimah bertanya pada Nabi SAW, “Kapankah waktu itu”. Nabi SAW menjawab, “Ketika separuh matahari telah layu karena tenggelam”” (HR. Imam Thabrani dan Imam Baihaqi).
Catatan:
Riwayat-riwayat yang menunjukkan kapan waktu mustajabah hari Jum'at tersebut diambil dari Kitab Nurul Lum'ah fi Khashaishij Jumu'ah, Kekhususan ke-57, karya Imam Jalaluddin Abdur Rahman As-Suyuthi.
Hikmah Adanya Waktu Mustajabah di Hari Jum'at
Waktu mustajabah hari Jum'at adalah waktu istimewa di mana seorang muslim akan dikabulkan doanya apabila ia berdoa bertepatan pada waktu ini. Ada banyak perbedaan pendapat mengenai kapan waktu mustajabah itu. Dengan banyaknya pendapat, kita dapat menarik kesimpulan besar yang dapat kita pegang.
Opsi Pertama: Ada banyak sekali riwayat dalam menentukan kapan waktu mustajabah itu. Riwayat-riwayat tersebut tidak kesemuanya adalah shahih. Di antaranya ada yang mauquf, mursal, dan dhaif. Dari sini, kita dapat memetik pembelajaran manakah riwayat yang paling shahih dari semua. Dengan demikian, kita dapat memilih mana riwayat yang shahih dan memilih mengamalkannya. Misalnya, seperti waktu mustajabah menurut Imam Suyuthi.
Kita dapat meyakini kapan waktu mustajabah berdasarkan riwayat shahih yang kita pilih. Kemudian, kita dapat menitik fokuskan ibadah dan doa pada waktu tersebut. Akan tetapi, jangan sampai melalaikan selain waktu yang kita yakini. Pasalnya, adanya waktu mustajabah di hari Jum'at berfaedah untuk menggerakkan amal ibadah agar lebih giat dan ikhlas.
Opsi Kedua: Berdasarkan banyaknya riwayat, para ulama' masih berbeda pendapat dalam menentukan kapan waktu pastinya. Ini menunjukkan bahwa pendapat setiap ulama' dalam penentuannya tidak bersifat mutlaq benar atau mutlaq pasti. Kesimpulan akhirnya mengerucut bahwa waktu mustajabah masih diperselisihkan kapan tepatnya, sebagaimana memperkirakan waktu lailatul qadar.
Ada hikmah besar tersendiri dari sini, yaitu kita dapat mendorong diri untuk beribadah di seluruh waktu di hari Jum'at. Baik itu dengan berdzikir, membaca Al-Qur'an, membaca sholawat, dan lain sebagainya. Sebagaimana Imam As-Suyuthi menjelaskan di dalam Kitab Nurul Lum'ah:
والحكمة في إخفائها بعث العباد على الاجتهاد في الطلب واستيعاب الوقت بالعبادة
"Hikmah di samarkannya waktu mustajabah adalah mendorong hamba-hamba untuk berusaha mencarinya dan menyibukkan diri di dalam waktu mustajabah itu dengan beribadah"
Wallahu a'lam bis showab.